Mazmur 57 Tentang "Dikejar musuh, dibela Allah" Seri Mazmur by Febrian

03 Februari 2025

Sumber: Bibliatodonews
Gambar: Ps.Han Cheung Ryeol tangkap untuk kemudian dieksekusi

Mazmur 57 Tentang "Dikejar musuh, dibela Allah" Seri Mazmur

Bapak Ibu Saudara/i yang terkasih dalam Kristus Yesus. Dalam Kesempatan ini kita akan merenungkan bersama mengenai Bagaimana raja Daud yang melarikan diri dari Saul, bersembunyi di Gua dan ia memohon perlindungan dari Allah. Kiranya Tuhan Yesus memberikan hikmat dan pengertian-Nya bagi kita semua. 
Tuhan Yesus memberkati.

Mazmur 57:1-11
Kasihanilah aku, ya Allah, kasihanilah aku, 
sebab kepada-Mulah jiwaku berlindung. 
 Dalam naungan sayap-Mu aku akan berlindung, 
sampai berlalu penghancuran itu. 
 Aku berseru kepada Allah Yang Mahatinggi, 
kepada Allah yang menyelesaikannya bagiku. 
 Ia mengirimkan pertolongan dari sorga dan menyelamatkan aku, 
 Ia membungkam orang-orang yang menginjak-injak aku. 

 Sela. 

 Allah mengirimkan kasih setia dan kebenaran-Nya. 
 Jiwaku berada di tengah-tengah singa, 
 aku berbaring di antara orang-orang yang menyemburkan api, 
 di antara anak-anak manusia yang giginya adalah tombak dan panah, 
 dan yang lidahnya adalah pedang tajam. 
 Tinggikanlah diri-Mu mengatasi langit, ya Allah! 
 Biarlah kemuliaan-Mu mengatasi seluruh bumi! 
 Mereka telah memasang jaring terhadap langkah-langkahku, jiwaku tertunduk; 
mereka telah menggali lobang di depanku, 
 tetapi mereka sendiri jatuh ke dalamnya. 

 Sela. 

 Hatiku siap, ya Allah, hatiku siap; 
aku mau menyanyi, aku mau bermazmur! 
 Bangunlah, hai jiwaku! 
Bangunlah, hai gambus dan kecapi! 
Aku mau membangunkan fajar! 
 Aku mau menyanyikan syukur bagi-Mu di antara bangsa-bangsa, ya Tuhan! 
 Aku mau bermazmur bagi-Mu di antara suku-suku bangsa, 
 sebab kasih setia-Mu besar sampai ke langit, 
 dan kebenaran-Mu sampai ke awan-awan. 
 Tinggikanlah diri-Mu mengatasi langit, ya Allah! 
 Biarlah kemuliaan-Mu mengatasi seluruh bumi!

Note: Mazmur 57:7-8 pernah digubah menjadi pujian rohani zaman modern. Juga Mazmur 57:11. 

Mazmur 57 ditulis oleh Daud ketika ia bersembunyi di dalam gua dari kejaran Saul. 

1 Samuel 22:1-2

"Lalu Daud pergi dari sana dan melarikan diri ke gua Adulam. Ketika saudara-saudaranya dan seluruh kaum keluarganya mendengar hal itu, pergilah mereka juga ke sana mendapatkan dia. Berhimpunlah juga kepadanya semua orang yang dalam kesukaran, yang dikejar-kejar karena utang, dan yang sakit hati, dan ia menjadi pemimpin mereka. Ada kira-kira empat ratus orang bersama-sama dengan dia."

Jika kita baca dalam pasal 1 Samuel 22, raja Daud dikejar oleh Saul dan bersembunyi di gua Adulam. Pada saat yang penuh tekanan ini, Daud menuangkan isi hatinya dalam Mazmur 57. Ia menghadapi ketakutan dan ancaman, tetapi tetap memuji Tuhan dengan keyakinan bahwa Allah adalah tempat perlindungannya. Mazmur ini menunjukkan bagaimana Daud menanggapi penderitaan dengan doa dan pujian, bukan dengan keputusasaan.

Mazmur ini juga mencerminkan keteguhan iman Daud—meskipun dalam keadaan sulit, ia tetap mempercayakan hidupnya kepada Allah dan menyatakan bahwa kasih setia Tuhan lebih tinggi dari langit.

Renungan dan Refleksi

Dalam kehidupan modern, kita sering merasa terdesak oleh berbagai tekanan—baik itu masalah pekerjaan, keuangan, hubungan, atau bahkan ketidakadilan. Sama seperti Daud yang dikejar musuh dan harus berlindung dalam gua, kita mungkin merasa berada dalam situasi tanpa jalan keluar.

Namun, Mazmur 57 mengajarkan bahwa:

  1. Tuhan adalah tempat perlindungan sejati – Bukan kekuatan kita, bukan harta kita, tetapi Tuhan yang menjaga kita.
  2. Berdoa dalam kesesakan membawa ketenangan – Daud tidak hanya mengeluh, tetapi ia mengangkat doa dan pujian kepada Tuhan.
  3. Tetaplah memuji Tuhan dalam situasi sulit – Ketika hati kita hancur, cara terbaik untuk bangkit adalah dengan menyembah Tuhan, karena pujian mengarahkan fokus kita kepada kuasa-Nya, bukan pada masalah kita.

Salah satu contoh nyata tentang seseorang yang berada dalam bahaya namun tetap berharap kepada Tuhan, adalah kisah Pendeta Han Chung-Ryeol. 

Han dan istrinya pindah ke Changbai pada tahun 1993 untuk memimpin sebuah gereja kecil yang sebagian besar terdiri dari etnis Korea. Tanpa diduga, pelayanan mereka meluas hingga mencakup bantuan bagi warga Korea Utara. Dengan kontrol perbatasan yang longgar, banyak yang menyeberang ke Tiongkok untuk mencari makanan, bantuan medis, dan kehidupan yang lebih baik. Han dan istrinya membuka hati dan gereja mereka untuk membantu, yang menuntun banyak warga Korea Utara untuk menemukan penghiburan dan iman kepada Kristus.

Meskipun menghadapi bahaya, Han tetap teguh dalam keyakinannya bahwa warga Korea Utara sendiri adalah kunci untuk menyebarkan Injil di tanah air mereka.  Ia dengan tekun mengajar orang-orang percaya baru, memberdayakan mereka untuk membagikan iman mereka dengan keluarga dan komunitas mereka di Korea Utara.

Belas kasih dan dedikasi Han membuatnya mendapatkan reputasi di kalangan warga Korea Utara sebagai sekutu yang dapat dipercaya, bahkan ketika gereja-gereja lain menarik diri karena takut akan pembalasan pemerintah. 

Pendeta Han Chung-Ryeol menghadapi kenyataan yang mengerikan: hidupnya dalam bahaya. Baik polisi Tiongkok maupun perwira intelijen Korea Selatan telah memperingatkannya bahwa ia adalah target utama dalam 'daftar incaran' Korea Utara. Suati ketika, Pendeta Han, pergi sendirian ke suatu tempat, setelah menerima panggilan telepon di gerejanya dan sedihnya malam itu, jasadnya yang tak bernyawa ditemukan di daerah terpencil di daerah dekat perbatasan Korea Utara.

Akan tetapi dalam kurun waktu singkat, perjuangan Iman Pendeta Han menjadi warisan abadi yang tetap hidup dalam kehidupan jemaat di sana, melalui kehidupan yang tak terhitung jumlahnya yang telah ia layani. 

Banyak pula warga Korea Utara yang terinspirasi oleh kebaikan dan imannya, sekarang ini turut membagikan pesan kasih Tuhan di tanah air mereka secara terbatas dan sembunyi sembunyi, menerangi bahkan sudut-sudut tergelap dengan terang firman Tuhan.

Jadi kesimpulannya, dari Mazmur 57 dan kisah di atas, mengajarkan kepada kita hal yang sama, yaitu ketika kita berada dalam badai kehidupan, kita harus tetap memperkatakan perkataan Profetik dan bertindak sebagai Martir, sebagai bukti iman percaya kita kepada Tuhan. 

Jika kita fokus pada badai, kita akan takut dan tidak berdaya, akan tetapi jika kita mengangkat kepala kita dan tetap memandang kepada Tuhan, kita akan menemukan ketenangan dan kekuatan untuk melewati badai itu.

"Tetapi Daud menguatkan kepercayaannya kepada TUHAN, Allahnya."

1 Samuel 30:6

Amin.

Komentar

Postingan Populer