18 Agustus 2024

17 Agustus 2024




Sumber gambar: https://i0.wp.com/www.buletinpillar.org/wp-content/uploads/2009/01/Sifat-Iman.jpg?w=910&ssl=1

Iman vs Harapan - Seri Iman Part 2

Setelah memiliki pemahaman tentang Iman (Faith), seseorang harus memahami juga tentang "Harapan" (Wishful Thinking), atau yang sering kita sebut "Impian" (Dream)

Banyak orang yang merasa dirinya sudah memiliki Iman, tetapi sesungguhnya ia masih berada di posisi sebagai orang yang sekedar memiliki Harapan.

B.Perbedaan "Iman (Faith)" dengan "Harapan (Wishful Thingking)"

Berikut ini adalah sedikit perbedaan mengenai kedua sikap hati tersebut: 

1. Ditinjau dari Arah Melihatnya:

a. Harapan: Melihat ke masa depan.

Seseorang bisa melihat apa yang diinginkannya di masa depan, tetapi sejujurnya hal yang diharapkan itu tidak mempunyai dasar yang jelas di saat ini. Segalanya merupakan Angan-angan yang serba mudah sekali hilang dari pikiran dan hati, begitu keadaan di masa kini berubah.

Illustrasi: Seseorang murid SMP kelas 2, yang tinggal di desa terpencil dan hidup miskin, memiliki harapan bahwa ia suatu ketika, memiliki penghasilan yang cukup, dan bisa membiayai kehidupan keluarganya. Namun menyadari bahwa kondisi ekonomi saat ini, tidak memungkinkan baginya untuk bersekolah lebih lanjut, menyebabkan impiannya itu menjadi sirna.   

b. Iman: Melihat ke saat ini

Seseorang bisa mempunyai keinginan tentang sesuatu hal, yang sudah pasti akan terjadi di masa depan. Hal ini dimungkinkan, karena ia yakin ada jaminan di masa kini yang membuat hal tersebut pasti terjadi di masa depan.

Illustrasi: Masih kasus murid SMP tersebut di atas, namun ia melanjutkan keinginan dan harapannya tersebut, dengan bertanya kepada Kepala Sekolahnya, bagaimana caranya, agar ia bisa memperoleh bantuan dana agar bisa terus bersekolah. Setelah mengetahuinya, ia mencari info terus menerus hingga mendapatkan kepastian bahwa ada Dana Bantuan Operasional Sekolah, yang diperuntukkan bagi siswa yang tidak mampu, sehingga ia bisa menyatakan keinginannya kepada orangtuanya, bahwa ada jalan baginya untuk melanjutkan keinginannya untuk bersekolah ke jenjang SMA di kota besar. 

Jadi dari contoh di atas, kita lihat bahwa iman itu sesungguhnya bisa berasal dari keinginan yang sama, tetapi orang tersebut "melanjutkan" keinginannya tersebut ke jenjang yang lebih tinggi, yaitu mencari dasar berpijak. Dalam contoh di atas, sang murid SMP tersebut, mencari dasar berpijaknya yaitu informasi kepastian bahwa Pemerintah akan membantu orang-orang sepertinya. 

Bagaimana dengan iman yang kita miliki, apa dasar berpijaknya? Coba kita lihat contoh kisah di bawah ini:  

Illustrasi: Seorang Kepala Keluarga sebentar lagi memasuki masa pensiun, sementara ia memiliki anak yang belum lulus kuliah, sementara ia tidak memiliki sumber penghasilan lain, selain dari gaji yang ia terima selama ini. Di sisi lain, tabungannya pun tidak banyak, sehingga Ia berdoa kepada Tuhan Allahnya, agar ia diberi jalan keluar mengenai hal tersebut. Ia mendapatkan suatu penguatan dari firman Tuhan, bahwa Allah akan memberikan jalan keluar dalam menghadapi pencobaan, Ia juga tidak sekali-kali akan meninggalkan anak-Nya yang berharap kepadanya. Jadi dengan dasar firman Tuhan tersebut, Ia kemudian memiliki ketetapan hati, bahwa Tuhan pasti akan memberikan hikmat dan pengetahuan baginya untuk dapat mempelajari berbagai hal yang terkait dengan masa depannya, pasca pensiun. Setelah itu ia tidak berdiam diri, melainkan mulai mencari informasi mengenai berbagai hal terkait dengan membuat usaha atau mengembangkan potensi diri dalam berbagai profesi.   

Jelas terlihat perbedaannya, bahwa sudut pandang seseorang bisa berubah, dari memandang harapannya di masa depan sebagai sesuatu yang tidak berbentuk, menjadi sesuatu yang lebih jelas dan memiliki dasar bertindak di masa kini.  

2. Ditinjau dari Posisinya:

a. Harapan: Berada di dalam pikiran dan logika

Seseorang yang memiliki pengharapan akan suatu hal, memang mengingikannya di dalam hati, tetapi kemudian berpindah ke dalam pikiran, untuk selanjutnya diolah secara logika. Jika keinginannya itu terlalu jauh dari masa kini, maka keinginannya itu akan segera disingkirkan.

Sesungguhnya orang tersebut di atas, hanya memiliki impian semata.

Illustrasi: Kembali ke contoh murid SMP di atas, sewaktu ia menyadari bahwa SMA harus pindah ke Kota Besar yang jauh dari kampungnya, bagaimana biaya hidupnya di sana, biaya sekolahnya, dengan siapa ia akan tinggal, akhirnya ia mengurungkan niatnya. Demikianlah impian tinggal sekedar impian.  

b. Iman: Berada di dalam hati

Iman itu mungkin saja berasal dari harapan atau sekedar impian, tetapi orang yang memiliki Iman, tidak akan memakai logikanya dalam mengejar impiannya. Ia menyimpannya di dalam hati, dan menyampaikan hal tersebut kepada Tuhan, Allahnya. Ia berdoa dengan penuh kesungguhan mengenai keinginannya tersebut. Ia memiliki pengharapan yang penuh bahwa Allah akan memberikan jalan keluar mengenai harapannya itu. Ia percaya sungguh, bahwa Allahnya sanggup memberikan yang terbaik baginya, sesuai dengan kehendak-Nya, bukan kehendaknya sendiri. 

Illustrasi #1

Pak Yohanes, seorang Kristen berusia 60 tahun, yang sudah mengikut Kristus secara taat dan setia, secara hasil medis, tiba-tiba dinyatakan mengidap kanker stadium 4 yang sudah tidak bisa dioperasi dan disembuhkan, bahkan divonis umurnya hanya 4 bulan lagi. Dokter sudah mengatakan satu-satunya harapan adalah Chemoteraphy. Itu pun mereka tidak berani jamin pasti sembuh. Ia kemudian pergi ke dua dokter lain di RS berbeda, semuanya mengatakan hal yang sama. Jadi, secara fakta medis, semuanya mengarah pada kematiannya. Akan tetapi, pak Yohanes, menguatkan seluruh keluarganya dengan mengatakan, bahwa ia beriman pasti disembuhkan Tuhan Yesus. Ia mengatakan demikian dengan maksud agar keluarganya tidak kalut dalam kesedihan mendalam, namun sesungguhnya, ia tidak yakin dengan perkataannya sendiri. Ia juga punya keinginan yang mendalam, untuk bisa disembuhkan, tetapi tidak paham arti beriman yang sesungguhnya. Ia sesungguhnya hanya berharap bisa sembuh. 

Mari kita ingat kisah raja Daud yang melawan Goliath sang Raksasa yang gagah berani. Daud tidak mempergunakan logikanya, tetapi ia punya Iman yang teguh mengenai Allahnya yang sudah beberapa kali menolongnya dalam hal yang ajaib, seperti menolongnya melepaskan dombanya dari mulut singa dan beruang. Ia memiliki suatu keyakinan teguh yang tidak kosong. Ia percaya penuh akan Allahnya yang Maha Kuasa.

Demikian kita sebagai umat yang percaya kepada Tuhan  Yesus Kristus, harus memiliki iman yang teguh, bahwa Ia akan menyertai kita ke mana pun kita melangkah, bahkan akan membuka jalan bagi kita dalam segala hal.

Sebenarnya kamu harus berkata: "Jika Tuhan menghendakinya, kami akan hidup dan berbuat ini dan itu."

Yakobus 4:15

Amin.

0 comments:

Posting Komentar