08 Agustus 2024

8 Agustus 2024



Pertobatan Part 1

Asal kata pertobatan diambil dari kata kerja bahasa Ibrani shuv (שׁוּב), yaitu "berbalik dan pergi ke arah yang berbeda." dan bahasa Yunani, yaitu Metanoien atau "mengubah pikiran seseorang. 

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata "Tobat" artinya adalah:


  1. v sadar dan menyesal akan dosa (perbuatan yang salah atau jahat) dan berniat akan memperbaiki tingkah laku dan perbuatan: sekarang ia sudah -- dari kejahatan yang pernah dilakukan
  2. v kembali kepada agama (jalan, hal) yang benar: setelah mendengar khotbah itu banyak orang yang -- kembali ke jalan yang sesuai dengan ajaran Tuhan
  3. v merasa tidak sanggup lagi: -- aku mengajar anakmu
  4. p menyatakan rasa heran, kesal, atau sebal: --! --!, bengal betul anak itu!
  5. v cak jera (tidak akan berbuat lagi): ia sudah -- tidak akan mengisap ganja lagi
Dalam Alkitab, pengertian pertobatan mengandung makna:
  1. Sadar sudah salah jalan dan mencari arah jalan yang benar.
  2. Mengambil keputusan untuk berbalik dari jalan yang salah itu.
  3. Melakukan tindakan berbalik arah, menuju arah yang benar.
  4. Menjaga arah kita yang sudah benar tersebut, agar tidak salah jalan lagi.

Yohanes 5

Penyembuhan pada hari Sabat di kolam Betesda

Sesudah itu ada hari raya orang Yahudi, dan Yesus berangkat ke Yerusalem. Di Yerusalem dekat Pintu Gerbang Domba ada sebuah kolam, yang dalam bahasa Ibrani disebut Betesda; ada lima serambinya dan di serambi-serambi itu berbaring sejumlah besar orang sakit: orang-orang buta, orang-orang timpang dan orang-orang lumpuh, yang menantikan goncangan air kolam itu. Sebab sewaktu-waktu turun malaikat Tuhan ke kolam itu dan menggoncangkan air itu; barangsiapa yang terdahulu masuk ke dalamnya sesudah goncangan air itu, menjadi sembuh, apapun juga penyakitnya. 

  • Entah memang betul ada yang mengalami pengalaman seperti yang dipercayai orang sakit tersebut, tetapi nyatanya banyak orang buta, timpang, lumpuh yang menantikan goncangan air kolam Betesda itu.

Di situ ada seorang yang sudah tiga puluh delapan tahun lamanya sakit. 

Ketika Yesus melihat orang itu berbaring di situ dan karena Ia tahu, bahwa ia telah lama dalam keadaan itu, berkatalah Ia kepadanya: 

"Maukah engkau sembuh?" 

Jawab orang sakit itu kepada-Nya: 

"Tuhan, tidak ada orang yang menurunkan aku ke dalam kolam itu apabila airnya mulai goncang, dan sementara aku menuju ke kolam itu, orang lain sudah turun mendahului aku." 

Kata Yesus kepadanya: 

"Bangunlah, angkatlah tilammu dan berjalanlah." 

Dan pada saat itu juga sembuhlah orang itu lalu ia mengangkat tilamnya dan berjalan.

  • Perkataan Tuhan Yesus sesungguhnya adalah hal yang aneh, bukannya ia mengatakan, "hai lumpuh, berdiri dan berjalanlah.". Tetapi angkatlah tilammu. Mengapa? Kita ingat bahwa ia sudah 38 tahun berada dalam keadaan sakit. Tentunya, pengharapan orang itu adalah sembuh. Tetapi "tilam" atau alas tidurnya itu, membuatnya "nyaman" sesaat. Apa maknanya? Tilam orang itu membuat ia bertahan selama 38 tahun dalam keadaannya yang buruk itu. Ternyata pada waktu Tuhan Yesus bertemu kedua kalinya, ia mengatakan bahwa ia jangan melakukan dosa "lagi". Artinya, selama ini ia berada dalam kondisi sakit itu akibat dosanya.
  • Keadaan itu sebagai gambaran orang berdosa pada umumnya yang tidak menyadari kondisi buruk yang mungkin dialaminya adalah teguran dan peringatan dari Tuhan untuk bertobat. Bisa juga terjadi ada "Tilam" yang menjadikan seseorang itu "nyaman" dalam keadaannya yang buruk itu. 
  • Mari introspeksi diri kita, mohonlah ampun pada Tuhan, jangan membela diri, jangan bertahan dalam keadaan kita. Akui dosa kita, sekalipun kita tidak sadar kita berdosa. Allah kita itu setia dan adil, Ia akan menerima kita apa adanya.

Tetapi hari itu hari Sabat. Karena itu orang-orang Yahudi berkata kepada orang yang baru sembuh itu: 

"Hari ini hari Sabat dan tidak boleh engkau memikul tilammu." 

  • Yeremia 17:21-22 Beginilah firman TUHAN: Berawas-awaslah demi nyawamu! Janganlah mengangkut barang-barang pada hari Sabat dan membawanya melalui pintu-pintu gerbang Yerusalem! Janganlah membawa barang-barang dari rumahmu ke luar pada hari Sabat dan janganlah lakukan sesuatu pekerjaan, tetapi kuduskanlah hari Sabat seperti yang telah Kuperintahkan kepada nenek moyangmu. 

Akan tetapi ia menjawab mereka: 

"Orang yang telah menyembuhkan aku, dia yang mengatakan kepadaku: Angkatlah tilammu dan berjalanlah." 

Mereka bertanya kepadanya: 

"Siapakah orang itu yang berkata kepadamu: Angkatlah tilammu dan berjalanlah?" 

Tetapi orang yang baru sembuh itu tidak tahu siapa orang itu, sebab Yesus telah menghilang ke tengah-tengah orang banyak di tempat itu. 

Kemudian Yesus bertemu dengan dia dalam Bait Allah lalu berkata kepadanya: 

"Engkau telah sembuh; jangan berbuat dosa lagi, supaya padamu jangan terjadi yang lebih buruk." 

Orang itu keluar, lalu menceriterakan kepada orang-orang Yahudi, bahwa Yesuslah yang telah menyembuhkan dia. Dan karena itu orang-orang Yahudi berusaha menganiaya Yesus, karena Ia melakukan hal-hal itu pada hari Sabat. 

Tetapi Ia berkata kepada mereka: 

"Bapa-Ku bekerja sampai sekarang, maka Akupun bekerja juga." 

Sebab itu orang-orang Yahudi lebih berusaha lagi untuk membunuh-Nya, bukan saja karena Ia meniadakan hari Sabat, tetapi juga karena Ia mengatakan bahwa Allah adalah Bapa-Nya sendiri dan dengan demikian menyamakan diri-Nya dengan Allah.

Tuhan Yesus juga mengambil suatu perumpamaan terkait pertobatan, yaitu kisah "Anak yang hilang". 

Lukas 15:11-32 <-- Klik untuk membaca ayat

Dalam ayat bacaan di atas, dapat kita lihat beberapa fase kehidupan seseorang:

1. Fase hidup menikmati dosa (masa keemasan)

Awalnya si anak bungsu berbuat jahat kepada Ayahnya, ia meminta harta warisan bagiannya, padahal ayahnya belum meninggal. Setelah itu Ia pergi dari rumah, membawa banyak harta warisannya, hidup dalam kejahatan, hingga semua hartanya habis. Ini adalah kondisi yang disebut masa keemasan. Seseorang mengalami keberhasilan, kekuasaan, kemewahan yang membius seseorang hingga tidak sadar ia sudah salah jalan.

2. Fase tersadar sudah salah jalan (kesadaran)

Hingga suatu titik ia sadar tidak punya uang lagi, terjadi pula kelaparan yang hebat di daerah itu, ia mulai sadar bahwa dirinya dalam kesusahan. Ini adalah fase kesadaran.

Kesadaran mengenai keadaannya yang tidak lagi memiliki apa-apa, termasuk makanan, adalah kondisi yang menyedihkan. Ini yang terjadi pada banyak orang di dunia ini.

Coba lihat seseorang yang memulai karier dari seorang yang tidak punya apa-apa, hingga ia kemudian menjadi seorang Pejabat tinggi. Ia memasuki masa keemasan dan lupa diri. Ia memperkaya dirinya dengan cara korupsi, koalisi dan nepotisme. Bergelimang harta, hingga bersikap sombong luar biasa dan merasa ia memang pantas berlaku demikian. Ia lupa bahwa semuanya itu adalah hasil kejahatan. 

Tibalah saatnya KPK menjemput dengan Tangkap Tangan di depan rumahnya, ia hanya bisa pasrah, semua hartanya disita negara, anaknya tidak berani sekolah, istrinya stress karena malu, seluruh keluarga besar tercoreng. Inilah fase kesadaran yang terlambat. 

Banyak orang yang sudah masuk dalam Fase kesadaran ini, tetapi tidak juga bertobat. Bahkan masih membela diri, masih merasa ia memang berhak melakukan itu semua.

Fakta yang parahnya adalah jika orang itu adalah seorang hamba Tuhan. Ia mencari kekayaannya di Gereja. Ini menyedihkan. Ia mengagungkan dirinya, menikmati hidupnya, memiliki kekayaan fantastis dan luar biasa, sementara ia mengira jumlah jemaat yang banyak itu adalah hasil kerjanya sendiri, hingga ia layak menerima semua kekayaan miliknya.

Kisah anak yang hilang itu, menggambarkan si anak bungsu itu kesulitan mencari makan hingga ia berusaha mengambil makanan babi yang dijaganya. Ia sudah sadar mengalami kesulitan, tetapi awalnya ia hanya mencari solusinya sendiri. 

3. Fase mengambil keputusan untuk minta maaf dan berbalik dari jalan yang salah (bertobat)

Anak yang hilang itu akhirnya sama sekali tidak bisa menahan laparnya, hingga ia tersadar bahwa di rumah Bapaknya, para pelayannya saja semua sejahtera. Maka ia mengambil keputusan untuk kembali ke rumah Bapaknya, dan tidak hanya itu, ia melaksanakannya.

Lukas 15:18

Maka berangkatlah ia pulang kepada ayahnya. Masih jauh dari rumah, ia sudah dilihat oleh ayahnya. Dengan sangat terharu ayahnya lari menemuinya, lalu memeluk dan menciumnya.

Tuhan Yesus menggambarkan bahwa seorang ayah yang baik, tidak sama sekali menyimpan dendam atau melupakan anaknya. Ia sedih karena kehilangan anaknya, tetapi kembali bersukacita karena anaknya yang "telah mati" kembali ke pelukannya lagi.

Demikianlah Kasih dari Allah Bapa kita di Surga, Ia sangat mencintai dunia ini. Ia tidak pernah mengabaikan pertobatan setiap orang yang bersungguh sungguh. Ia mau seluruh dunia bertobat dari jalannya yang salah. Mereka adalah harta yang sangat berharga baginya.

Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan.

1 Yohanes 1:9 

Amin.

Referensi:
Buku "Kumpulan Khotbah Pengajaran Berdasarkan Alkitab Jilid 1 - Loka Manya Prawiro

0 comments:

Posting Komentar