18 Juli 2024

18 Juli 2024



Periode Intertestamental  - Seri Imanuel (God With Us) - Part 6

Periode Hening

Jika kita mempelajari sejarah dunia, ada suatu masa yang disebut oleh Protestan sebagai Masa Intertestamental (Masa Hening), atau yang disebut oleh Katholik sebagai periode Deuterokanonikal.

Mari kita bahas, apa yang terjadi pada masa itu: 

1. Latar belakang

Umat Yehuda pulang kembali dari pembuangan di Babel pada tahun 444 SM. 

Nehemia memberikan dorongan kepada rakyat untuk membangun kembali tembok yang sudah dirobohkan (Neh.6:15) dan menjalankan reformasi sampai tahun 432 SM. 

Sejarah sepanjang 400 tahun sejak saat itu sampai kedatangan Kristus, tidak tercatat dalam Alkitab. Periode tersebut sebagai masa kekosongan. Sejarah tersebut merupakan masa gelap gulita. 

Misi Allah tidak pernah berhenti, karena Allah adalah pribadi yang sudah mengetahui permulaan perjalanan dan akhir dari seluruh sejarah serta memelihara sejarah itu dalam kedaulatan-Nya (Bil.12:6, Yes.42:9-10, Hos.12:10, 2 Ptr.1:21). Masa waktu 400 tahun mengalami perkembangan, kehancuran, kesuksesan dan kemerosotan negara-negara yang menguasai sudah dinubuatkan oleh Tuhan. 

Kitab Daniel dalam Perjanjian Lama memperlihatkan dengan jelas bahwa sejarah dunia berjalan sesuai dengan kedaulatan Allah. Sejarah bukanlah kesinambungan dari peristiwa-peristiwa yang terjadi secara kebetulan, melainkan sejarah merupakan panorama besar yang terus maju menuju penggenapan perjanjian, kekal tanpa ada kekeliruan sedikitpun dalam pemeliharaan ajaib dari Allah. Seluruh sejarah yang sudah berlalu telah terjadi sesuai nubuat Allah dan seluruh sejarah yang akan terjadi di masa depan akan terjadi sesuai dengan firman Allah. 

2. Intertestamental Period

"Interstestamental Period"diartikan sebagai masa antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.

Interstestamental period adalah masa instertestamental: masa sesudah penulisan Perjanjian Lama hingga penulisan Perjanjian Baru. 

Umat Allah Perjanjian Lama dan Umat Allah Perjanjian Baru dihubungkan dalam masa suatu masa terjadi suatu kevakuman, di mana tidak adanya peranan nabi Allah yang terlihat secara demonstratif. 

Indikator penting dalam masa ini, adalah kondisi umum yang bersifat kompleks, dengan terjadinya berbagai peristiwa yang mempengaruhi kehidupan umat Allah.

3. Zaman Nehemia

Zaman Kekuasaan Persia Setelah Nehemia (432-331SM), Kekaisaran Persia digambarkan oleh Daniel sebagai domba jantan (Dan.8:3-4), yang menguasai wilayah yang luas sesuai nubat nabi Yesaya dalam Yesaya 45:1-2. 

Persia menjadi termahsyur sebagai kekaisaran yang kuat, namun karena adanya konflik internal, kerajaan mengalami kemerosotan yang drastis dan Darius III, raja yang terakhir dikalahkan oleh Aleksander Agung dari Yunani di tahun 333 SM.

Pada masa raja Artahsasta I, pernah terjadi penghentian pembangunan kembali tembok kota Yerusalem, setelah membaca surat yang ditulis oleh Bislam, Mitredat dan Tabeel serta rekan-rekannya yang bermaksud jahat (Ezr.4:7-23). 

Tetapi pada tahun 444 SM, diberikan izin pemulangan gelombang ketiga bangsa Yehuda supaya Nehemia bisa kembali membangun tembok Yerusalem (Neh.1:1, 2:1-8), yang dapat diselesaikan dalam waktu 53 hari (Nehemia 6:15-16), serta benteng kota pun berdiri dengan kokoh. Nehemia berhasil mengembangkan perbaikan ekonomi dan sosial. 

Referensi:

K. Prent, c.m., dkk., eds., Kamus Latin – Indonesia, (Semarang: Yayasan Kanisius, 1969, 539-540. 3 Yakob Tomatala, Teologi Misi (Jakarta: Leadership Fondation, 2003), 19 4 Ibid., 16 5 Hen Ten Napel, Kamu Teologi Inggris – Indonesia, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012), 177 6 Abraham Park, Janji dari Perjanjian Kekal terj. Youn Don Hee (Jakarta: Grasindo, 2015), 384

Tetapi pada tahun 444 SM, diberikan izin pemulangan gelombang ketiga bangsa Yehuda supaya Nehemia bisa kembali membangun tembok Yerusalem (Neh.1:1, 2:1-8), yang dapat diselesaikan dalam waktu 53 hari (Nehemia 6:15-16), serta benteng kota pun berdiri dengan kokoh. Nehemia berhasil mengembangkan perbaikan ekonomi dan sosial.  

Pembaharuan Nehemia menimbulkan pengaruh yang mantap. Sepanjang sejarah Persia hingga masa Makabe, masih terdapat sekelompok pengikut yang kukuh berpegang pada hukum-hukum Allah, meskipun pengaruh berhala sangat kuat dan menjerumuskan banyak orang termasuk para imam.

4. Zaman Yunani (331 – 164 SM) 

Dalam kitab Daniel 11, tercatat dengan teliti dan faktual mengenai peristiwa-peristiwa yang akan terjadi pad sekitar 200 tahun setelah kehancuran kerajaan Persia yang besar. Dalam Daniel 11:2 dinyatakan “Oleh sebab itu, aku akan memberitahukan kepadamu hal yang benar”. Ungkapan hal yang benar adalah "emet" dalam bahasa Ibrani artinya keteguhan, kepastian, kejujuran atau kebenaran. Dengan demikian ungkapan menekankan bahwa sungguh benar merupakan fakta yang pasti akan digenapi. 

Dalam Daniel 11 dinubuatkan mengenai pemerintahan Yunani yang kuat melalui raja Alexander Agung dan perpecahan Yunani menjadi empat kerajaan. Fakta bahwa raja-raja yang bangkit kemudian hari dan peran mereka telah dinubuatkan dengan sangat terperinci. Hal ini menjelaskan bahwa misi Allah dalam sejarah tirani bangsa-bangsa yang kuat dan sejarah dari semua negara, tanpa kekeliruan sedikit pun sesuai dengan apa yang direncanakan oleh Allah dan ditentukan-Nya. 

Di bawah pemerintahan wangsa Ptolemaios, orang Yahudi di Palestina mendapat banyak hak sebagai suatu kawasan yang bebas. Imam besar berfungsi sebagai pejabat pemerintahan yang melaksanakan undang-undang yang dibantu oleh para imam dan penatua. Bait Allah adalah pusat kehidupan nasional. Pemahaman Alkitab dilakukan secara fanatic, dan pada masa itu penafsirannya menjadi makin terinci.

Pada masa kekuasaan dinasti Seleukia, orang Yahudi terbagi menjadi dua golongan, yaitu golongan orang-orang yang mengkhianati perjanjian yang berlaku fasik dan golongan orang-orang bijaksana yang takut akan Allah (Dan.11:32).

Kecenderungan untuk berkompromi dengan agama-agama lain, mengakibatkan timbulnya dua partai di kalangan orang Yahudi, yaitu partai yang saleh atau partai konservatif yang tetap setia terhadap agama Yahudi yang murni, dan partai progrefis atau liberal agak terbuka untuk menerima unsur-unsur agama lain.

Referensi:
7 Merril C. Tenney, Survei Perjanjian Baru, (Malang: Gandum Mas, 2013), 28 8 Merril C. Tenney, Survei Perjanjian Baru…, 29 9 Merril C. Tenney, Survei Perjanjian Baru, (Malang: Gandum Mas, 2013), 31 10 Abraham Park, Janji dari Perjanjian Kekal terj. Youn Don Hee (Jakarta: Grasindo, 2015), 401 

Menurut David F. Hinson, ada beberapa sikap orang-orang Yahudi terhadap kebudayaan Yunani. 

Pertama, sikap menerima kebudayaan Yunani sepenuhnya sambil berusaha membebaskan diri dari Yudaisme. 

Kedua, Sikap menerima kebudayaan Yunani sebanyak mungkin, namun masih mempertahankan kesetiaan kepada Tuhan. 

Ketiga, sikap membiarkan kebudayaan yang memainkan peranannya di dalam kehidupan nasional saja, namun berpendapat bahwa kebudayaan tersebut tidak dapat melengkapi atau menyempurnakan iman Yahudi. 

Keempat, sikap menolak kebudayaan Yunani serta sedapat mungkin berusaha menghancurkannya, sebaliknya berusaha untuk menggantikannya dengan Yudaisme.

Kelima, sikap menolak kebudayaan Yunani dan menjauhkan diri sama sekali dari kehidupan nasional, serta berusaha membentuk paguyuban paguyuban khusus yang dengan setia mengikuti iman Yahudi.

5. Zaman Dinasti Hasmonayim (142-63 SM) 

Pemberontakan Makabe telah menghasilkan kemerdekaan bagi orang-orang Yahudi dari dominasi Seleukus. Orang-orang Yahudi memiliki pemerintah sendiri, tetapi pemerintah yang berkuasa pada saat itu adalah dari suku Lewi, bukan dari suku Yehuda seperti pada pemerintahan Yehuda sebelum pembuangan. Pada masa ini orang-orang Yahudi di bawah kepemimpinan Yohanes Hirkanus melakukan ekspansi wilayah ke sekitar Yudea. Kerajaan Yudea telah menguasai Idumea, Samaria, dan Galilea. Dalam ekspansi ini Hirkanus memaksa orang-orang di wilayah taklukan tersebut menjadi proselit, meninggalkan keyakinan iman mereka dan menjadi penganut agama Yahudi. 

6. Zaman Kekuasaan Roma (63 SM – 4 SM, Kelahiran Yesus Kristus)

Kekaisaran Roma muncul sebagai binatang keempat dari antara empat binatang yang muncul dalam Daniel pasal 7. Pada masa ini di bawah kekaisaran Romawi ada seorang raja wilayah berkuasa atas Yudea dan sekitarnya, yaitu Herodes Agung. 

Pada akhir pemerintahan Herodes Agung Yesus Kristus lahir. Ketika orang-orang Majus yang mendatangi Herode bertanya “Dimanakah Dia raja orang Yahudi yang baru dilahirkan? (Mat.2:2). Dalam sisi politik kebijakan tirani Herodes telah mencapai puncak sehingga seluruh rakyat tenggelam dalam kengerian, iman terhadap Allah menjadi formalitas dan mereka tenggelam dalam kegelapan rohani.

Ketika kebudayaan Helenisme telah masuk dengan dalam ke masyarakat Yehuda dan umat pilihan telah menjadi sangat sekuler, saat itu adalah “genap waktunya (Gal.4:4) bagi Yesus adalah keturunan perempuan yang dijanjikan dalam Kejadian 3:15 untuk datang ke bumi. 

Referensi:

11 Ola Tulluan, Introduksi Perjanjian Baru, (Batu, Departemen Literatur YPPII, 2006), 15 12 David F. Hinson, Sejarah Israel, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2015), 252 

Kegiatan Misi pada Masa Interstestamental Pekabaran Injil Kristen merupakan lanjutan dari proselitisme Yahudi. Usaha Proselitisme Yahudi berkembang di abad-abad terakhir sebelum zaman Kristen dan abad pertama tarikh masehi. Golongan Yahudi tidak memperlihatkan kegiatan misioner sama sekali. 

Umat Allah pada zaman Perjanjian Lama mengenal dua macam orang asing, yaitu: orang asing yang berasal dari luar negeri dan hanya untuk sementara waktu berada di tanah Palestina sebagai tamu; orang asing yang menetap di tengah-tengah orang Israel yang tinggal tetap bersama mereka, dialah yang dimaksudkan orang asingmu.

Tidak dapat disangkal bahwa di sini Israel yang menjadi pusat dunia. Alat keselamatan di tangan Tuhan berubah menjadi tujuan keselamatan. Akibatnya kalangan Yahudi menjadi bersifat sangat pertikularis/nasionalis.

Agama Yahudi atau Yudaisme adalah agama nasional dan berasal dari bangsa Yahudi, pengikutnya tidak terbatas di kalangan Yahudi melainkan banyak anggota baru yang berasal dari luar. Yudaisme didasarkan pada suatu wahyu dari Allah, dituangkan dalam kitab suci yang berisi hukum dan nubuat para nabi yang diakui sebagai firman Allah pada waktu Ia berbicara kepada para hamba pilihan-Nya.

Keaktifan orang Yahudi terhadap orang kafir (orang yang bukan Yahudi) tidak merupakan penyebaran agama (misi), melainkan memperlihatkan ciri-ciri khas dari proselitisme (memancing jiwa) atau propaganda keagamaan. Tidak dapat disangkal bahwa hasil proselitisme Yahudi sangat mengesankan dan merupakan persiapan bagi pekabaran Injil. Meskipun tidak banyak diketahui mengenai sejarah Yahudi sejak zaman Nehemia hingga abad ke dua sebelum Masehi, ada tercatat beberapa kejadian penting. Bangsa Yahudi dan Samaria berkembang menjadi suku bangsa yang terpisah; bahasa Aram menggantikan bahasa Ibrani sebagai bahasa pergaulan di Palestina, dan Helenisme mendesak Yudaisme. Selama masa tersebut tumbuh tiga tonggak Yudaisme.

Ketiga tonggak itu adalah naskah-naskah suci (Perjanjian Lama), sinagoge dengan tata ibadah baru tanpa pembakaran kurban, dan rabinisme yang mencapai puncak pada Talmud dan Midrash. 

Referensi:

13 Abraham Park, Janji dari Perjanjian Kekal …, 408 14 Arie De Kuiper, Missiologia, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016), 29 15 Ibid 16 Merril C. Tenney, Survei Perjanjian Baru…, 101 17 Merril C. Tenney, Survei Perjanjian Baru…, 29 Terjemahan Perjanjian Lama 

Wangsa Ptolemeus memperlakukan orang Yahudi dengan baik. Budak-budak Yahudi ditebus kemerdekaannya dan diberi kedudukan dalam bidang tertentu. Generasi yang lebih muda meniru kebudayaan Yunani dan berbicara dalam bahasa Yunani sehingga meninggalkan kebiasaan serta pandangan khas bangsa Semit. Pada masa Ptolemeus Filadelfus kitab Perjanjian Lama di tulis dalam versi Yunani, yang dikenal sebagai Septuaginta di Aleksandria, yang ditulis untuk memenuhi kebutuhan penduduk Yahudi yang berbahasa Yunani akan Kitab Suci.

Tersedianya kitab suci dalam bahasa Yunani merupakan sarana bagi orang-orang bukan Yahudi dalam mempelajari agama Yahudi. Selain itu Septuaginta juga sangat berguna di kemudian hari ketika para rasul memberitakan Injil bagi orang-orang bukan Yahudi. Keberadaan Diaspora Bangsa-Bangsa Dalam Kaitannya Dengan Misi Pada zaman Perjanjian Lama, tanah dan rakyat Israel merupakan satu kesatuan geografis. 

Perjanjian Lama mengisahkan tentang bagaimana Israel dikumpulkan dari berbagai tempat di Timur Tengah, untuk dipersatukan dalam warisan bersama, yakni tanah Kanaan yang dijanjikan. Kejayaan bangsa Israel mencapai puncaknya pada zaman Salomo. Bait Suci dibangun sebagai tempat kediaman Allah. Pada saat itu Yerusalem menjadi pusat, dan bangsa-bangsa dari berbagai tempat datang ke kota itu untuk mengagumi Allah Israel. Bangsa-bangsa lain mengenal Allah lewat kedatangan mereka ke Israel. Tetapi keadaan tersebut berubah total ketika bangsa Israel ditaklukkan oleh bangsa asing dan diangkut ke pembuangan. Kesatuan geografis dan kebangsaan Israel tidak bisa disamakan lagi. Orang-orang Israel tinggal di berbagai tempat yang disebut dunia pada masa itu, tidak lagi di Tanah Perjanjian. Pada masa ini tidak mungkin ada upaya menarik bangsa-bangsa lain untuk datang ke Yerusalem dan mengagumi Allah Israel. Pada faktanya bait suci telah rusak dan tidak berfungsi. Penyebaran tersebut dimulai sejak tahun 586 SM ketika Nebukadnezar raja Babel menyerang Yehuda dan membawa penduduk Yerusalem yang berbakat dan berpengaruh untuk menjalani hidup di Babel.

Bangsa Israel yang tersebar di berbagai tempat inilah yang dipakai Allah sehingga bangsa-bangsa lain mengenal Allah Israel lewat keberadaan diaspora tersebut. Meskipun Palestina adalah tanah adat air bangsa Yahudi, bagian besar dari orang Yahudi di Palestina tinggal di luar perbatasan, yang dikenal dengan sebutan Yahudi Diaspora.

Referensi:

20 18 Merril C. Tenney, Survei Perjanjian Baru…, 32 19 Jon Drane, Memahami Perjanjian Baru, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2013), 32-33 

Implikasi Masa intertestamental Dalam Pelayanan Misi Masa intertestamental ditandai oleh adanya penyerangan dan penghancuran kerajaan Yehuda (selatan) dan Isral (utara) oleh negara-negara besar seperti Asyur, Babilonia, Yunani dan Romawi (Abad 6/52 SM). Masa ini tidak hanya menjadi abad kesuraman dalam sejarah orang Israel, tetpi sekaligus merupakan masa kelam dalam kehidupan keagamaan orang Yahudi yang pada saat itu ada pada level terendah. Dalam perpektif rohani Allah secara tegas mengkritik kondisi kehidupan iman orang Yahudi melalui Nabi Yesaya, Yeremia dan Yehezkiel (Yes.1:2-3; Yer.2:1-3:5 dan Yeh.4:13-11:13). Kondisi ini berdampak pada penghukuman Allah melalui penyerahan umat Israel ke dalam tangan musuh-musuh mereka yang berakhir dengan kekalahan dan penawanan. Selain penawanan ada janji restorasi yang akan diwujudkan oleh Allah setelah masa 70 tahun (Yer.25:12; 30:1-24; Neh.1:8-11). Penawanan dan restorasi ini mempunyai beberapa implikasi penting bagi misi Allah.

Adanya pergeseran kependudukan telah mengakibatkan terciptanya pengaruh timbal balik dalam hubungan antar bangsa yang menyiapkan jalan bagi pelaksanaan misi Allah. Keberadaan bangsa Israel di antara bangsa-bangsa lain menjadikan panggilan untuk menyatakan kesaksian tentang kebesaran rahmat Allah menjadi terbuka. Sekalipun bangsa Israel hidup di bawah kkekuasaan asing, ada bukti tentang kesetiaan Allah yang mewujudkan janji-Nya bagi pemulihan Israel. Munculnya tradisi baru yang melibatkan budaya Mesopotamia, Yunani, Romawi dan Yahudi, menyiapkan landasan bagi pelaksanaan misi Allah umat-Nya. Tradisi baru kondusif bagi pemberita Injil (bahasa dan budaya) dan infrastrutuktur yang telah tersedia melalui pembangunan Romawi yang mempersipakan sarana dan prasarana bagi pelaksanaan misi Allah. Timbulnya gerakan mesianik di kalangan Yahudi juga menyiapkan kondisi kondusif bagi kehadiran Tuhan Yesus Kristus, sebagai puncak pelaksanaan misi-Nya. Signifikansi Misiologis Masa intertestamental bagi Tugas Misi Umat Allah Kondisi masa intertestamental menunjukkan bahwa Allah tetap bekerja didalam kedaulatan sejarah manusia, dimana Allah terus berkarya mewujudkan janji-Nya melalui misi-Nya. Kondisi masa intertestamental mempersiapkan dasar bagi titik balik dalam gerakan misi, dimana dari Yerusalem yang dipakai Allah sebagai pusat misi-Nya, sekarang ada gerakan penyebaran menjangkau bangsa lain. Dinamika nilai-nilai hidup dan pengaruh orang Yahudi menyiapkan jalan bagi bangsa-bangsa (di mana mereka tersebar), menyiapkan jalan bagi kehadiran Mesias dengan adanya konteks dan situasi yang olehnya Allah menggenapi janji-Nya (Kej.3:15, Luk.4:18-19).

Referensi:

22 20 Ibid., 140 21 Yakob Tomatala, Teologi Misi (Jakarta: YT Leadership Foundation, 2003), 147-148 

Faktor pembangunan politik, sosial merupakan persiapan bagi kehadiran Tuhan Yesus Kristus yang ditandai dengan kestabilan pemerintahan Romawi sehingga situsi yang kondusif bagi pelaksaan misi Allah. Situasi sosial ekonomi yang lebih mantap, pembangunan jalan-jalan, dermaga-dermaga, kota-kota baru, dan sebagainya membuka jaringan komunikasi antar bangsa. Dengan kokohnya kerajaan Romawi pada masa itu, maka Eropa menjadi kaya melalui interaksi ekonomi anta bangsa, semuanya mempersiapkan jalan bagi pelaksanaan misi bandingkan kondisi ekonomi antara 1000 SM dengan hubungan interaksi ekonomi bangsa (Kel.30:23,24). Kondisi sosial ekonomi dan keagamaan dalam masyarakat (yang terpuruk) pada masa intertestamental ini, berfungsi sebagai dasar bagi kehadiran serta perkembangan gereja pada masa Perjanjian Baru, yang diawali dengan kedatangan Tuhan Yesus Kristus dan muncul perkembangan gereja Perjanjian Baru. 

Pada akhirnya ada beberapa implikasi penting yang menjadi pelajaran khusus, yaitu masa interstamental menyatakan masa kekacauan yang tidak terkendali, maka di dalam hal demikian ada terang yang datang; 400 tahun merupakan ujian besar bagi umat Tuhan dan pengharapan yang besar akan datangnya juruselamat; ada tangan yang tidak terlihat di tengah-tengah kesulitan umat Tuhan, sekalipun 400 tahun yang gelap tetapi Allah tetap bekerja untuk menyatakan kuasanya; masa intertestamental merupakan masa persiapan bagi jalan misi Allah yang final melalui kedatangan Tuhan Yesus Kristus. 

7. KESIMPULAN 

Masa intertestamental adalah masa yang tidak dicatat dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Pada masa ini bangsa-bangsa lain mengenal Allah Israel melalui keberadaan orang-orang Israel yang terdiaspora di tengah bangsa-bangsa lain. Ini adalah cara yang berbeda dari yang terjadi pada masa kerajaan Salomo di mana ada bait suci di Yerusalem yang menjadi daya tarik bagi bangsa-bangsa lain untuk datang ke Yerusalem dan mengenal Allah Israel di sana. 

Referensi:

22 Yakob Tomatala, Teologi Misi…, 149 

Sekalipun pada masa intertestamental Allah tidak berbicara secara verbal, pada masa ini Allah sedang berkarya untuk mempersiapkan misi untuk karya Allah di kemudian hari. Allah berdaulat atas situasi politik, sosial, dan ekonomi pada masa intertestamental yang mana hal-hal tersebut merupakan persiapan bagi misi gereja pada masa Perjanjian Baru. 

Referensi Utama:

  • Alkitab Terjemahan Baru. Jakarta: LAI, 2007. 
  • Drane, Jon. Memahami Perjanjian Baru. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2013. 
  • Erickson, Milard J. Teologi Kristen Jilid I. Malang: Gandum Mas, 2014 
  • Feinberg, John S. Masih Relevankah Perjanjian Lama di Era Perjanjian Baru. Malang: Gandum Mas, 2003
  • Hinson, David F. Sejarah Israel. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2015 Kuiper, Arie De. Missiologia. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016 
  • Merril C. Tenney. Survei Perjanjian Baru. Malang: Gandum Mas, 2013 Napel, Hen Ten. 
  • Kamus Teologi Inggris – Indonesia. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012 
  • Park, Abraham. Janji dari Perjanjian Kekal terj. Youn Don Hee. Jakarta: Grasindo, 2015 
  • Park, Abraham. Pemeliharaan yang Misterius dan Ajaib terj. Youn Don Hee. Jakarta: Grasindo, 2015 Prent, K. c.m., dkk., eds. 
  • Kamus Latin – Indonesia. Semarang: Yayasan Kanisius, 1969 Tomatala, Yakob. Teologi Misi. Jakarta: Leadership Fondation, 2003 Tulluan, Ola. 
  • Introduksi Perjanjian Baru. Batu: Departemen Literatur YPPII, 2006 
  • Zuck, Roy B., Ed. A Biblical Theology of The Old Testament. Malang: Gandum Mas, 2015 
  • __________. A Biblical Theology of The New Testament. Malang: Gandum Mas, 2011

Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.

Roma 8:28

Amin.

0 comments:

Posting Komentar